Kamis, 18 Juni 2009

Askep Epiepsi

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Epilepsi dikenal sebagai salah satu penyakit tertua di dunia (2000 tahun SM) dan menempati urutan kedua dari penyakit saraf setelah gangguan peredaran darah otak. Dengan tatalaksana yang baik sebagian besar penderita dapat terbebaskan dari penyakitnya, namun untuk ini ditemukan banyak kendala, di Indonesia diantaranya kekurangan dokter spesialis saraf, keterampilan dokter umum dan paramedis dalam menanggulangi penyakit ini.
Selama beberapa abad gejala ini dinamakan penyakit jatuh ( morbus caducus, the falling sickness), karena penderitanya mendadak jatuh. Orang yunani kuno menamakannya epilepsi, yang berarti disurupi, dimasuki, dikuasai oleh roh halus atau kekuatan gaib. 
Walaupun penyakit ini telah dikenal lama dalam masyarakat, terbukti dengan adanya istilah-istilah bahasa daerah untuk penyakit ini seperti sawan, ayan, sekalor, dan celengan, tetapi pengertian akan penyakit ini kurang bahkan salah sehingga penderita digolongkan dalam penyakit gila, kutukan dan turunan sehingga penderita tidak diobati atau bahkan disembunyikan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud penyakit epilepsi ?
2. Apa saja yang menjadi tanda – tanda dari penyakit epilepsi?
3. Apa saja yang menjadi penyebab penyakit epilepsi?
4. Bagaimana pengobatan dari penyakit epilepsi?
5. Bagaimana cara memberi asuhan keperawatan terhadap penderita epilepsi?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui konsep teori, masalah keperawatan dan asuhan keperawatan pasien dengan Epilepsi
2. Mengetahui pengertian Epilepsi
3. Mengetahui etiologi, klasifikasi, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan pasien dengan Epilepsi
4. Mengetahui masalah keperawatan dan asuhan keperawatan pasien dengan Epilepsi.



























BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia) yang berarti 'serangan'. Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Penyakit ini merupakan gangguan mendadak dan sesaat pada sistem syaraf otak, terjadi akibat aktivitas listrik berlebihan dari kelompok sel neuron di otak. Epilepsi sering dihubungkan dengan disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial, rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya). Sebagian besar kasus 
epilepsi dimulai pada masa anak-anak. 
Epilepsi tidak menular, bukan merupakan penyakit keturunan, dan tidak identik dengan orang yang mengalami ketebelakangan mental. Bahkan, banyak penderita epilepsi yang menderita epilepsi tanpa diketahui penyebabnya. 

a. Epilepsi dibagi atas 2 golongan :
1. Epilepsi primer atau idiopatik
• Biasanya penyebab tidak diketahui
• Mulai terjadi pada usia lebih dari 3 bulan
2. Epilepsi sekunder atau simtomatik
• Biasanya sebagai akibat atau gejala penyakit lain
Misalnya infeksi pada otak, trauma kelahiran, cacat kongenital, tumor otak, perdarahan otak, gangguan peredaran darah, hipoksia, kelainan degeneratif, susunan syaraf pusat, gangguan metabolisme, gangguan elektrolit, dan keracunan obat atau alkohol.
• Dapat dimulai dari neonatus hingga usia lanjut



b. Klasifikasi Epilepsi :
a. Absence Epilepsy
• Disebut juga petit mal epilepsy atau epilepsi lena ( typical absence )
• Awitan biasanya dimulai pada usia awal sekolah, sekitar 5-7 tahun dengan kasus lebih sering ditemukan pada anak perempuan. Anak dengan sindrom jenis ini memiliki tingkat intelegensi (IQ) normal.
• Termasuk jenis epilepsi idiopatik, artinya ada riwayat keluarga
• Merupakan gangguan kesadaran secara mendadak. Penyandang diam tanpa reaksi (bengong) seperti melamun, kemudian setelah beberapa detik kembali melanjutkan kegiatannya kembali seperti semula.
• Kejang pada sindrom ini dapat diprovokasi oleh hiperventilasi
• Dari pemeriksaan EEG tampak gambaran yang sangat khas, 3 Hz atau 3 siklus per detik

b. Epilepsi dengan generalized tonic-clonic seizure
• Memiliki rentang onset yang panjang, mulai usia 5 hingga 25 tahun
• Tipe kejangnya adalah general tonik klonik seizure. Kejang ini biasanya sangat menakutkan untuk orangtua. Biasanya setelah kejang anak tertidur lemas. Namun meskipun menakutkan, sindrom ini cukup baik terhadap pengobatan

c. Juvenile Myoclonic epilepsy
• Termasuk epilepsi idiopatik
• Onset mulai 12-16 tahun
• Gejala khasnya adalah gerakan mioklonik seperti terkejut pada saat bangun tidur yang diikuti kejang general tonik klonik. Mioklonok ini dipicu oleh kelelahan, gangguan tidur atau pengaruh alkohol
• Kondisi epilepsi jenis ini merupakan kondisi seumur hidup. Artinya, kejang kembali datang dalam hitungan minggu atau bulan bila pengobatan dihentikan

d. Lennox-Gastaut Syndrome
• Termasuk dalam bentuk epilepsi general yang simtomatik
• Puncak onset terjadi di usia 3-5 tahun
• Biasanya penderita memiliki IQ rendah dan ada kemunduran mental
• Prognosis sindrom ini juga sangat buruk, lebih dari 80% tidak bisa disembuhkan
• Hasil EEG secara umum lambat (< 2 Hz)

e. West syndrome
• Disebut juga infantile spasms
• West Syndrom dapat dibedakan menjadi dua jenis :
1. Simptomatik disebabkan karena ada kelainan neurologis sebelumnya
2. Cryptogenik yang tidak diketahui penyebabnya
• Jenis spasmenya adalah berkelompok (kluster) dan dalam satu kluster bisa mencapai 125 spasme. Biasanya gejala timbul setelah bangun tidur. Pada saat terjadi spasme biasanya anak menangis dan spasme ini bisa terus berlangsung. Gambaran EEG sangat tidak beraturan

c. Aspek Psikososial Pada Epilepsi :
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan adanya masalah psikososial :
1. Prasangka dan ketidaktahuan masyarakat tentang epilepsi :
Sebagian besar masyarakat masih menganggap epilepsi suatu penyakit yang membahayakan, dapat menular, akibat kemasukan setan, sakit jiwa, sehingga penderita dikucilkan.
2. Pendidikan :
Sebagian besar penderita epilepsi dapat bersekolah di sekolah luar biasa dan hanya sedikit yang perlu sekolah di sekolah luar biasa. Perasaan takut dari guru sekolah bila anak mengalami serangan di sekolah akan mengganggu kelas sehingga anak dengan epilepsi diliburkan.
3. Pekerjaan :
Misalnya banyak majikan yang tidak ingin menerima penderita epilepsi dengan alasan keselamatan kerja dari penderita, dapat menggangu suasana kerja bila penderita mendapat serangan di tempat kerja. Hal ini menyebabkan penderita merahasiakan penyakitnya sehingga penderita epilepsi akan selalu dalam keadaan tegang.


4. Olah raga :
Melarang penderita melakukan kegiatan olah raga menyebabkan penderita yang gemar berolahraga merasa rendah diri, frustasi, dan dapat menyebabkan pencetus bangkitan.
5. Wanita dan Epilepsi :
 Penderita epilepsi diperkenankan hamil, namun ada beberapa faktor yang harus diperhatikan. Serangan kejang selama kehamilan harus dapat diatasi, karena kejang merupakan trauma bagi janinnya.
6. Mengendarai kendaraan bermotor :
Dapat membahayakan dirinya maupun orang lain.
7. Ketergantungan :
Perasaan ketergantungan terhadap obat anti epilepsi dan pada orang-orang sekitarnya bila mendapat serangan dapat menimbulkan konflik dan perasaan ”kurang” dalam dirinya sehingga dapat menghambat integritas penderita dalam masyarakat.

2. Gejala
a. Kejang parsial simplek 
Dimulai dengan muatan listrik di bagian otak tertentu dan muatan ini tetap terbatas di daerah tersebut. Penderita mengalami sensasi, gerakan atau kelainan psikis yang abnormal, tergantung kepada daerah otak yang terkena. Jika terjadi di bagian otak yang mengendalikan gerakan otot lengan kanan, maka lengan kanan akan bergoyang dan mengalami sentakan; jika terjadi pada lobus temporalis anterior sebelah dalam, maka penderita akan mencium bau yang sangat menyenangkan atau sangat tidak menyenangkan. Pada penderita yang mengalami kelainan psikis bisa mengalami dejavu (merasa pernah mengalami keadaan sekarang di masa yang lalu). 
b. Kejang Jacksonian 
Gejalanya dimulai pada satu bagian tubuh tertentu (misalnya tangan atau kaki) dan kemudian menjalar ke anggota gerak, sejalan dengan penyebaran aktivitas listrik di otak. 
c. Kejang parsial (psikomotor) kompleks 
Dimulai dengan hilangnya kontak penderita dengan lingkungan sekitarnya selama 1-2 menit. Penderita menjadi goyah, menggerakkan lengan dan tungkainya dengan cara yang aneh dan tanpa tujuan, mengeluarkan suara-suara yang tidak berarti, tidak mampu memahami apa yang orang lain katakan dan menolak bantuan. 
Kebingungan berlangsung selama beberapa menit, dan diikuti dengan penyembuhan total. 
d. Kejang konvulsif 
(kejang tonik-klonik, grand mal) biasanya dimulai dengan kelainan muatan listrik pada daerah otak yang terbatas. Muatan listrik ini segera menyebar ke daerah otak lainnya dan menyebabkan seluruh daerah mengalami kelainan fungsi. 
e. Epilepsi primer generalisata 
Ditandai dengan muatan listrik abnormal di daerah otak yang luas, yang sejak awal menyebabkan penyebaran kelainan fungsi. Pada kedua jenis epilepsi ini terjadi kejang sebagai reaksi tubuh terhadap muatan yang abnormal. Pada kejang konvulsif, terjadi penurunan kesadaran sementara, kejang otot yang hebat dan sentakan-sentakan di seluruh tubuh, kepala berpaling ke satu sisi, gigi dikatupkan kuat-kuat dan hilangnya pengendalian kandung kemih. Sesudahnya penderita bisa mengalami sakit kepala, linglung sementara dan merasa sangat lelah. Biasanya penderita tidak dapat mengingat apa yang terjadi selama kejang.
f. Kejang petit mal 
Dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya sebelum usia 5 tahun. Tidak terjadi kejang dan gejala dramatis lainnya dari grand mal. Penderita hanya menatap, kelopak matanya bergetar atau otot wajahnya berkedut-kedut selama 10-30 detik. Penderita tidak memberikan respon terhadap sekitarnya tetapi tidak terjatuh, pingsan maupun menyentak-nyentak. 
g. Status epileptikus 
Merupakan kejang yang paling serius, dimana kejang terjadi terus menerus, tidak berhenti. Kontraksi otot sangat kuat, tidak mampu bernafas sebagaimana mestinya dan muatan listrik di dalam otaknya menyebar luas.Jika tidak segera ditangani, bisa terjadi kerusakan jantung dan otak yang menetap dan penderita bisa meninggal.
Gejala kejang berdasarkan sisi otak yang terkena :

Sisi otak yang terkena Gejala
Lobus frontalis Kedutan pada otot tertentu
Lobus oksipitalis Halusinasi kilauan cahaya
Lobus parietalis Mati rasa atau kesemutan di bagian tubuh tertentu
Lobus temporalis Halusinasi gambaran dan perilaku repetitif yang kompleks 
misalnya berjalan berputar-putar
Lobus temporalis anterior Gerakan mengunyah, gerakan bibir mencium
Lobus temporalis anterior sebelah dalam Halusinasi bau, baik yg menyenangkan maupun yg tidak menyenangkan

3. Etiologi
a. Etiologi epilepsi dapat dibagi atas 2 kelompok :
1. Epilepsi idiopatik yang penyebabnya tidak diketahui meliputi ± 50 % dari penderita epilepsi anak, awitan biasanya pada usia lebih dari 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan ditemukannya alat-alat diagnostik yang canggih kelompok ini makin kecil.
2. Epilepsi simtomatik yang penyebabnya sangat bervariasi, bergantung pada usia awitan.
b. Penyebab epilepsi pada berbagai kelompok usia :
a. Kelompok Usia 0 – 6 bulan :
1.Kelainan intra-uterin, dapat disebabkan oleh gangguan migrasi dan deferensiasi sel neuron; hal demikian ini dapat pula dipengaruhi oleh adanya infeksi intra-uterin.
2.Kelainan selama persalinan berhubungan dengan afiksia dan perdarahan intrakranial, biasanya disebabkan oleh kelainan maternal misalnya hipotensi, eklamsia, disproporsi sefalopelvik, kelainan plasenta, tali pusat menumbung atau belitan leher.
3. Kelainan kongenital, dapat disebabkan oleh kromosom ab-normal, radiasi, obat-obat teratogenik, infeksi intrapartum oleh toksoplasma, sitomegalovirus, rubela dan treponema.
4. Gangguan metabolik: misalnya hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia, dan defisiensi piridoksin. Hipokalsemia dapat disebabkan oleh asfiksia diabetes, prematuritas dan biasanya bersamaan dengan hipomagnesemia. Hiponatremia dapat ditemukan pada asfiksia; hipernatremia pada terapi asidosis. Defisiensi piridoksin pada kelainan genetik atau penyakit metabolisme yang disertai peningkatan piridoksin.
5. Infeksi susunan syaraf misalnya meningitis, ensefalitis, atau timbul kemudian sebagai akibat dari pembentukan jaringan parut dan hidrosefalus pasca infeksi.

b. Kelompok Usia 6 bulan – 3 tahun :
Selain penyebab yang sama dengan kelompok di atas, pada usia ini dapat juga disebabkan oleh kejang demam yang biasanya dimulai pada usia 6 bulan, terutama pada golongan kejang demam komplikasi. 
Cedera kepala merupakan faktor penyebab lainnya, dan walaupun kejadiannya lebih ringan kemungkinan terjadi epilepsi lebih tinggi daripada dewasa. Gangguan metabolisme sama dengan kelompok usia sebelumnya. Keracunan timah hitam dan logam berat lainnya misalnya thalium, arsen dan air raksa, dapat menimbulkan epilepsi.

c. Kelompok Anak-anak Sampai Remaja :
Dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit, dan abses otak yang frekuensinya sampai 32 %, yang meningkat setelah tindakan operasi.

d. Kelompok Usia muda :
Cedera kepala merupakan penyebab yang tersering, disusul oleh tumor otak dan infeksi.

e. Kelompok Usia Lanjut :
Gangguan pembuluh darah otak merupakan penyebab tersering, pada usia di atas 50 tahun mencapai 50 %, diikuti oleh trauma, tumor, dan degenerasi serebral.

c. Penyebab Serangan Epilepsi :
 Pada seorang penderita epilepsi serangan biasanya timbul secara spontan. Namun, kadang-kadang serangan dapat dicetuskan oleh keadaan tertentu. Berikut ini beberapa faktor yang dapat mencetuskan serangan epilepsi :
a. Gangguan Emosional
 Keadaan frustasi, tegang, cemas, takut, eksitasi yang hebat, dapat mencetuskan serangan epilepsi. Gangguan emosional dapat meningkatkan frekuensi semua jenis epilepsi.

b. Tidur
 Tidur merupakan faktor pencetus pada banyak penderita epilepsi. Pada penderita yang serangannya dicetuskan oleh tidur. Hal ini lebih sering terjadi ketika ia baru tertidur, sewaktu ia mulai tertidur atau sewaktu ia akan terbangun.
 Pada penderita yang serangannya terjadi hanya sewaktu ia tidur lebih baik nasibnya dibanding penderita lainnya., sebab serangan-serangannya tidak akan dilihat oleh orang-orang atau teman-temannya dan disamping itu cedera yang terjadi akibat jatuh tidak dialaminya. Pada penderita ini dianjurkan agar ia jarang tertidur sewaktu ia bertugas, mengikuti rapat, ceramah. Sebab hal ini dapat mencetuskan serangan.

c. Haid
 Serangan epilepsi dapat meningkat pada tiap saat dari siklus haid. Namun tercetusnya serangan lebih sering terjadi beberapa hari sebelum mulainya haid. Hal tersebut belum dapat dijelaskan dengan baik, akan tetapi menurut penelitian lain menduga bahwa perubahan keseimbangan hormon semasa haid ikut berperan dalam mencetuskan serangan.
 Banyak penderita wanita yang pertama kali mendapat serangan epilepsi sewaktu ia berusia 11 – 13 tahun, waktu ia pertama kali mendapatkan haid. Ada penderita wanita yang mendapat serangan sehubungan waktu haid, dan tidak pernah terjadi serangan diluar waktu tersebut.

d. Demam
 Pengaruh demam pada penderita epilepsi berbeda-beda. Ada penderita yang serangannya meningkat pada waktu demam, ada penderita yang serangannya makin berkurang, dan ada pula penderita yang serangan epilepsinya tidak dipengaruhi oleh keadaan demam.

e. Hiperventilasi dan Stimulasi Cahaya 
 Hiperventilasi (bernafas dalam-dalam dan cepat) pada pemeriksaan elektroensefalografi.Dengan tindakan ini akan timbul kelainan bila menderita epilepsi jenis petit mal atau jenis umum. Hipeventilasi dapat mencetuskan serangan petit mal.
 Cahaya yang berkedip-kedip dapat mencetuskan serangan epilepsi pada penderita tertentu. Penderita demikian dapat mengalami serangan apabila ia menyetel televisi yang memberikan sinar kedip-kedip. Penderita ini dianjurkan untuk tidak menyetel televisi dan apabila menonton televisi hendaknya cukup terang agar kontras cahaya tidak terlalu kuat.
   



4. Pengobatan
Tujuan pengobatan : menyembuhkan atau bila tidak mampu menyembuhkan, paling tidak membatasi gejala-gejala dan mengurangi efek samping pengobatan
Meskipun tidak dapat disembuhkan secara total, epilepsi dapat dikontrol sehingga serangan dapat dikurangi bahkan dihilangkan. Penyandang epilepsi dianjurkan untuk secepatnya menghubungi dokter dan mengikuti nasehat serta secara disiplin mengkonsumsi obat yang diberikan. Dokter harus mempertimbangkan beberapa faktor pada setiap penderita, jenis serangan, umur, jenis kelamin, kondisi tubuh, berat badan dan respons masing-masing orang terhadap pengobatan yang diberikan.
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan obat antikonvulsan atau antiepileptic untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Operasi, diet (terutama pada anak), atau stimulasi elektris pada saraf vagus (saraf utama yang menuju ke otak),dapat menjadi pilihan jika pengobatan dengan obat-obat antiepliptic dan antikonvulsi gagal untuk mengontrol kejang. Tujuan utama dari pengobatan ini adalah menghentikan kejang tanpa menimbulkan efek samping dari obat yang dikonsumsi. Penggunaan obat dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum obat (compliance) serta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti pertumbuhan gusi,mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, migrain, gangguan vestibular(keseimbangan) dan lain-lain.
Oleh karena itu penting bagi penderita epilepsi agar meminum obat dalam jumlah dan pada waktu yang telah ditentukan oleh dokter. Bila sesuai dengan petunjuk, maka pengobatan tersebut akan benar-benar menghilangkan serangan selama berbulan-bulan. Hal ini bukan berarti epilepsi telah disembuhkan. Penderita tidak boleh berhenti meminum obat atau mengurangi jumlahnya tanpa anjuran dokter.

 Obat yang paling sering digunakan oleh penderita epilepsi :

No Jenis Obat Jenis Epilepsi Dosis Efek samping
1. Fenobarbitol (Luminal) Grandmal, psikomotor, fokal motor - Orang dewasa dan anak yang besar 2-5 mg/kg berat badan/hari 1 x sehari
- Anak kecil 3-6 mg/kg berat badan/hari - Rasa mengantuk

2. Difenilhidantoin (Phenytoin, Dilantin) Grandmal, psikomotor, fokal motor - Orang dewasa 4-10 mg/kg berat badan 1/2 x sehari
- Anak-anak 3 dosis sehari - Mengantuk
- Nistagmus
- Ataksia
- Kurang nafsu makan pada anak-anak
- Hipertrikhosis
- Gusi bertambah tebal
3. Karbamazepin (Tegretol, Temparol) Psikomotor, grandmal, fokal motor - Dewasa 400-1600 mg/hari
- Anak 10-30 mg/kg berat badan 2-4 x pemberian
 - Lelah
- Nistagmus
- Rasa puyeng (vertigo)
- Gangguan koordinasi motorik (ataksia)
- Bicara pelo
- Diplopia (melihat kembar)
- Berkurangnya sel-sel darah putih dan trombosit
- Gangguan fungsi hati
4. Diazepam ( Valium, Stesolid ) Serangan epilepsi yang timbul secara beruntun (status epilepsi) - 5 mg/rektum bayi 
5. Klonazepam (Rivotril) Petit mal, spasmus infantil, mioklonik - Dewasa 1,5 mg sehari dibagi 3 x pemberian
 - Mengantuk
- Lemah
- Ataksia
6. Valproat ( Epilim, Depakin, Leptilan ) Lena - Dewasa 20 mg/kg BB/hari atau 900-180 mg/hari - Mual
- Mengantuk
- Tremor
- Ataksia
- Rambut rontok

Selain menggunakan obat diatas, terdapat obat epilepsi lainnya, diantaranya :
No Jenis Obat Dosis Efek Samping
1. Lamotrigin (Lamictal) Berkisar dari 25 – 200 mg sehari dan dapat diberi 1 atau 2 kali - Diplopia ( melihat kembar )
- Apatis ( perhatian kurang )
- Nyeri kepala
2. Vigabatrin (Sabril ) - Dapat diberi 1 atau 2 x sehari dan dimulai dengan dosis yang rendah
- Pada usia lanjut, yang fungsi ginjalnya mungkin berkurang, digunakan dosis yang lebih kecil untuk menghindari efek samping - Bila menggunakan dosis tinggi dapat menimbulkan capai
- Berat badan meningkat sedikit
- Bila diberikan bersamaan dengan fenitoin,maka konsentrasi fenitoin didalam darah akan menurun
- Pada epilepsi yang disebabkan karena cedera otak,terjadi peningkatan kecemasan dan kegelisahan
- Depresi 
3. Gabapentin (Neurontin) 3 x sehari - Rasa mengantuk
- Jalan tidak stabil
- Rasa lemah
- Puyeng
- Rasa enek / muntah
 
4. Okskarbazepin (Trileptal) 2-3 x sehari 
















ASUHAN KEPERAWATAN

1.Analisa Data

No Data Masalah Penyebab
1. DS :
- Klien mengeluh badannya lemas

DO :
- Klien malas bergerak
- Klien terlihat letih dan lemas
- KU lemah, mandi dibantu keluarga Lemas Intoleransi aktifitas
2. DS :
- Klien mengatakan sulit tidur dan merasa cemas

DO :
- Klien tidur 4-5 jam per hari
- Mata sembab, tampak lemah Cemas Gangguan istirahat tidur
3. DS :
- Klien mengeluh mual, muntah

DO : 
- Kerusakan jaringan lunak / gigi
- Sensitivitas terhadap makanan Sensitivitas alat pencernaan Cedera selama kejang
4. DS :
- Klien mengeluh sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal
- Nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal
DO :
- Perubahan pada tonus otot
- Tingkah laku distraksi / gelisah
- Sikap / tingkah laku yang berhati-hati Kenyamanan Fase trauma saat kejang
5. DS :
- Klien mengeluh pernah terjatuh dan fraktur
- Klien mengeluh mempunyai alergi
DO :
- Mengalami trauma pada jaringan lunak
- Penurunan tonus otot secara menyeluruh Keamanan Penurunan kesadaran saat aktifitas kejang
6. DS :
- Klien mengatakan malu jika penyakitnya diketahui oleh orang lain
- Klien mengalami pembatasan terhadap kontak sosial
DO :
- Terlihat malu / menarik diri
- Pendiam
- Tertutup Interaksi sosial Gangguan konsep diri

2. Perencanaan

No Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan Rasional
1. Intoleransi aktifitas sehubungan dengan keletihan yang ditandai klien terlihat letih dan lemah serta malas bergerak • Tingkatkan tirah baring pasien
• Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap • Meningkatkan istirahat dan keterangan serta menyediakan energi yang digunakan untuk penyembuhan
• Memotivasi klien untuk dapat memenuhi kebutuhan ADL
2. Gangguan istirahat tidur karena masalah cemas ditandai dengan wajah pucat, mata sembab dan tampak lemas • Tingkatkan waktu istirahat klien
• Anjurkan klien mendengar musik agar dapat merasa tenang dan nyaman • Meningkatkan waktu untuk istirahat dan menciptakan suasana senyaman mungkin

3. Cedera selama kejang berhubungan dengan sensitifitas alat pencernaan ditandai dengan klien mual, muntah, kerusakan jaringan lunak/gigi dan sensitivitas makanan • Ikat kedua tangan klien dengan tali agar tidak jatuh
• Berikan pasien benda logam dimulutnya.atau anjurkan pasien menggigit benda logam saat kejang • Mengurangi resiko cedera pada saat kejang
• Mengurangi cedera lidah tertarik kebelakang yang mungkin terjadi sewaktu kejang
4. Resiko trauma saat kejang berhubungan dengan rasa nyaman ditandai dengan klien sakit kepala, nyeri otot/punggung, dan perubahan pada tonus otot • Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar
• Miringkan kepala selama serangan kejang • Meningkatkan aliran (drainase) sekret
• Mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas
5. Gangguan penurunan kesadaran saat aktivitas kejang berhubungan dengan rasa aman ditandai dengan klien pernah terjatuh dan fraktur • Tinggal bersama klien dalam waktu beberapa lama selama/setelah kejang • Meningkatkan keamanan pasien
6. Gangguan konsep diri, rendah diri sehubungan dengan mempunyai penyakit epilepsi • Anjurkan untuk mengekspresikan atau mengungkapkan perasaannya • Membantu memotivasi klien untuk dapat menerima keadaannya agar lebih percaya diri







BAB III
KESIMPULAN

1. Pengertian Epilepsi : berasal dari bahasa Yunani (Epilepsia) yang berarti 'serangan'. Penyakit ini merupakan gangguan mendadak dan sesaat pada sistem syaraf otak, terjadi akibat aktivitas listrik berlebihan dari kelompok sel neuron di otak.
2. Epilepsi dibagi atas 2 golongan : Epilepsi primer atau idiopatik dan Epilepsi sekunder atau simtomatik
3. Klasifikasi Epilepsi :
a. Absence Epilepsy
b. Epilepsi dengan generalized tonic-clonic seizure
c. Juvenile Myoclonic epilepsy
4. Gejala Epilepsi :
a. Kejang parsial simplek 
b. Kejang Jacksonian 
c. Kejang parsial (psikomotor) kompleks 
d. Kejang konvulsif 
e. Epilepsi primer generalisata 
f. Kejang petit mal 
g. Status epileptikus 
5. Pengobatan Epilepsi :
Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan obat antikonvulsan atau antiepileptic untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan.
6. Tujuan pengobatan :
menyembuhkan atau bila tidak mampu menyembuhkan, paling tidak membatasi gejala-gejala dan mengurangi efek samping pengobatan
7. Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan pada pasien dengan Epilepsi adalah dilakukan tirah baring, jika pasien kejang ditandai dengan klien sakit kepala, nyeri otot/punggung, dan perubahan pada tonus otot, maka Letakkan pasien pada posisi miring, permukaan datar, serta miringkan kepala selama serangan kejang


DAFTAR PUSTAKA

dr. Harsono, DSS.2005. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Prof. Dr.dr. Lumbantobing, S.M. 1994. EPILEPSI ( AYAN ). Balai penerbit FKUI : Jakarta.
Tuti Pahria...et all. 1996. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan. EGC : Jakarta.
www.detiknews.com
www.ilmukedokteran.net
www.indonesiaindonesia.com
www.medicastore.com
www.smartnet-q.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar